Senin, 10 Juni 2013

HUKUM WARIS ADAT

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Hukum Waris Adat
Di negara kita RI ini, hukum waris yang berlaku secara nasional belum terbentuk, dan hingga kini ada 3 (tiga) macam hukum waris yang berlaku dan diterima oleh masyarakat Indonesia, yakni hukum waris yang berdasarkan hukum Islam, hukum Adat dan hukum Burgerlijk Wetboek (BW)[1]. Hal ini adalah akibat warisan hukum yang dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda untuk Hindia Belanda dahulu.
Menggunakan hukum waris menurut hukum adat, menurut Wirjono Projodikoro (19911 : 58), hukum adat pada umumnya bersandar pada kaidah sosial normatif dalam cara berpikir yang konkret yang sudah menjadi tradisi masyarakat tertentu[2].
Menurut Ter Haar[3],  hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang bertalian dengan dari abad ke abad penerusan dan peralihan harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi ke generasi. Selain itu, ada pendapat lain ditulis bahwa Hukum Adat Waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda yang berwujud dan yang tidak berwujud, dari suatu angkatan generasi manusia  kepada keturunnya[4].
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa Hukum Waris Adat mengatur proses penerusan dan peralihan harta, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dari pewaris pada waktu masih hidup atau setelah meninggal dunia kepada ahli warisnya.
Adapun sifat Hukum Waris Adat secara global dapat diperbandingkan dengan sifat atau prinsip hukum waris yang berlaku di Indonesia, di antaranya adalah[5] :
1.      Harta warisan dalam sistem Hukum Adat tidak merupakan kesatuan yang dapat dinilai harganya, tetapi merupakan kesatuan yang tidak dapat terbagi atau dapat terbagi tetapi menurut jenis macamnya dan kepentingan para ahli waris, sedangkan menurut sistem hukum barat dan hukum Islam harta warisan dihitung sebagai kesatuan yang dapat dinilai dengan uang.
  1. Dalam Hukum Waris Adat tidak mengenal asas legitieme portie (bagian mutlak), sebagaimana diatur dalam hukum waris barat dan hukum waris Islam.
  2. Hukum Waris Adat tidak mengenal adanya hak bagi ahli waris untuk sewaktu-waktu menuntut agar harta warisan segera dibagikan.
Berdasarkan ketentuan Hukum Adat pada prinsipnya asas hukum waris itu penting, karena asas-asas yang ada selalu dijadikan pegangan dalam penyelesaian pewarisan. Adapun berbagai asas itu di antaranya seperti asas ketuhanan dan pengendalian diri, kesamaan dan kebersamaan hak, kerukunan dan kekeluargaan, musyawarah dan mufakat, serta  keadilan. Jika dicermati berbagai asas tersebut sangat sesuai dengan kelima sila yang termuat dalam dasar negara RI, yaitu Pancasila.
Di samping itu, menurut Muh. Koesnoe, di dalam Hukum Adat juga dikenal tiga asas pokok, yaitu asas kerukunan, asas kepatutan dan asas keselarasan. Ketiga asas ini dapat diterapkan dimana dan kapan saja terhadap berbagai masalah yang ada di dalam masyarakat, asal saja dikaitkan dengan desa (tempat), kala (waktu) dan patra (keadaan).  Dengan menggunakan dan mengolah asas kerukunan, kepatutan dan keselarasan dikaitkan dengan waktu, tempat dan keadaan, diharapkan semua masalah akan dapat diselesaikan dengan baik dan tuntas.
B.     Pembagian Waris Menurut Hukum Adat
Dalam hal pembagiannya yaitu anak-anak dan atau keturunannya serta janda, seluruh harta menurut pasal 852 BW harus di bagi sebagai berikut[6]:
a.       Apabila anak-anak dari si wafat masih hidup, anak-anak itu dan janda mendapat masing-masing suatu bagian yang sama, misalnya ada 4 anak dan janda maka mereka masing-masing 1/5 bagian.
b.      Apabila salah seorang anak sudah meninggal lebih dahulu, dan ia mempunyai anak (jadi cucu dari si peninggal warisan), misalnya 4 cucu, maka mereka semua mendapat 1/5 bagian selaku pengganti ahli waris (plaatsvervulling) menurut pasal 842 BW. Jadi masing –masing cucu mendapat 1/20 bagian.
Dalam hal ini tidak diperdulikan apakah anak-anak itu adalah lelaki maupun perempuan, anak tertua atau termuda (zonder onderscheid van kunne of eerstegeboorte)[7].
Menurut ketentuan Hukum Adat yang berkembang di dalam masyarakat, secara garis besar dapat dikatakan bahwa sistem (pembagianya) hukum waris adat terdiri dari tiga sistem, yaitu[8]:
1.  Sistem Kolektif, Menurut sistem ini ahli waris menerima penerusan dan pengalian harta warisan sebagai satu kesatuan yang tidak terbagi dan tiap ahli waris hanya mempunyai hak untuk menggunakan atau mendapat hasil dari harta tersebut. Contohnya seperti Minangkabau, Ambon dan Minahasa.
2.  Sistem Mayorat, Menurut sistem ini harta warisan dialihkan sebagai satu kesatuan yang tidak terbagi dengan hak penguasaan yang dilimpahkan kepada anak tertentu saja, misalnya anak laki-laki tertua (Bali, Lampung, Teluk Yos Sudarso) atau perempuan tertua (Semendo/ Sumatra Selatan), anak laki-laki termuda (Batak) atau perempuan termuda atau anak laki-laki saja.
3.     Sistem Individual, Berdasarkan prinsip sistem ini, maka setiap ahli waris mendapatkan atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing. Pada umumnya sistem ini dijalankan di masyarakat di Jawa dan masyarakat tanah Batak.



PENUTUP
Kesimpulan

1.      Hukum Waris Adat mengatur proses penerusan dan peralihan harta, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dari pewaris pada waktu masih hidup atau setelah meninggal dunia kepada ahli warisnya.
2.      Pengertia hukum waris menurut hukum adat:
a.       Menurut Wirjono Projodikoro, hukum adat pada umumnya bersandar pada kaidah sosial normatif dalam cara berpikir yang konkret yang sudah menjadi tradisi masyarakat tertentu.
b.      Menurut Ter Haar,  hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang bertalian dengan dari abad ke abad penerusan dan peralihan harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi ke generasi
c.       Ada pendapat lain ditulis bahwa Hukum Adat Waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda yang berwujud dan yang tidak berwujud, dari suatu angkatan generasi manusia  kepada keturunnya.
3.      Pembagian waris menurut hukum adat dalam pasal 852 BW yaitu:
a.       Apabila anak-anak dari si wafat masih hidup, anak-anak itu dan janda mendapat masing-masing suatu bagian yang sama, misalnya ada 4 anak dan janda maka mereka masing-masing 1/5 bagian.
b.      Apabila salah seorang anak sudah meninggal lebih dahulu, dan ia mempunyai anak (jadi cucu dari si peninggal warisan), misalnya 4 cucu, maka mereka semua mendapat 1/5 bagian selaku pengganti ahli waris (plaatsvervulling) menurut pasal 842 BW. Jadi maing –masing cucu mendapat 1/20 bagian
4.      Menurut ketentuan Hukum Adat yang berkembang di dalam masyarakat:
a.       Sistem Kolektif.
b.      Sistem Mayorat.
a.       Sistem Individual.

DAFTAR PUSTAKA

Moch. Koesnoe, Perbandingan antara Hukum Islam, Hukum Eropa dan Hukum Adat. Seminar Pembinaan Kurikulum Hukum Islam di Perguruan Tinggi, Badan Kerjasama PTIS, Kaliurang, 1980.

Saebani, Beni Ahmad, Fiqh Mawaris (Bandung; Cv. Pustaka Setia,2009).

Anshori, Abdul Ghofur, Filsafat Hukum Kewarisan Islam (Yogyakarta: UII Press,2005).


















[1] Moch. Koesnoe, Perbandingan antara Hukum Islam, Hukum Eropa dan Hukum Adat. Seminar Pembinaan  
  Kurikulum Hukum Islam di Perguruan Tinggi, Badan Kerjasama PTIS, Kaliurang, 1980.hlm 1-20.
[2] Saebani, Beni Ahmad, Fiqh Mawaris (Bandung; Cv. Pustaka Setia,2009),86
[3] Beliau merupakan seorang pakar hukum adat yang terkenal pada masa 1900an.
[5] Ibid.

[6] Saebani, Beni Ahmad, Fiqh Mawaris (Bandung; Cv. Pustaka Setia,2009),86-87
3
[7] Ibid., 87
[8] Anshori, Abdul Ghofur, Filsafat Hukum Kewarisan Islam (Yogyakarta: UII Press,2005),78
4

MULTI LEVEL MARKETING

MULTI LEVEL MARKETTING (MLM)

A.    Pengertian Multi Level Marketing (MLM)
1.      MLM secara Umum
MLM adalah singkatan dari Multi Level Marketing (Pemasaran Multi Tingkat) yang juga disebut  dengan istilah Network Marketing. Dalam bahasa Indonesia  MLM dikenal dengan istilah pemasaran berjenjang, atau penjualan langsung berjenjang.[1]
MLM atau Pemasaran Langsung Berjenjang yaitu system pemasaran melalui jaringan distribusi yang di bangun secara berjenjang dengan memposisikan pelanggan perusahaan sekaligus sebagai tenaga pemasaran.[2] 
 Jadi, MLM atau Pemasaran Langsung Berjenjang adalah sistem penjualan yang dilakukan oleh perusahaan, dimana perusahaan yg bergerak dalam industri MLM hanya menjual produk-produknya secara langsung kepada konsumen yang sudah terdaftar (member), tidak melalui agen/penyalur; selain itu perusahaan juga memberikan kesempatan  kepada setiap konsumen yg sudah terdaftar untuk menjadi tenaga pemasar  atau penyalur. Dengan cara ini maka seorang konsumen secara otomatis menjadi tenaga pemasar (marketer). Dengan kata lain seorang konsumen akan berfungi ganda di dalam perusahaan, yakni yang  pertama ia menjadi konsumen, dan kedua ia juga sebagai mitra perusahaan dalam memasarkan produknya.
Dalam fatwanya, Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI menyebutkan bahwa : Penjualan Langsung berjenjang  adalah cara penjualan barang atau jasa melalui jaringan pemasaran yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha kepada sejumlah perorangan atau badan usaha  lainnya secara berturut-turut.[3]
Dari beberapa definisi di atas dapat kita tarik benang merah bahwa : MLM adalah system pemasaran (marketing) atau penjualan dimana setiap konsumen berperan sebagai marketer, orang yang merekrut disebut dengan Upline dan orang yang direkrut disebut sebagai downline. Orang kedua yang disebut dengan downline  ini juga kemudian dapat menjadi upline ketika dia behasil merekrut orang lain menjadi downlinenya, begitu seterusnya. Setiap orang berhak menjadi upline sekaligus downline  (Multi Level).
2.      MLM secara Syar’iah
MLM Syari’ah adalah sebuah MLM yang mendasarka system operasionalnya pada prinsip-prinsip syari’ah. Dengan demikian, bisnis MLM konvensional yang berkembang saat ini dicuci, dimodifikasi, dan disesuaikan dengan syari’ah. Aspek-aspek haram dan Syubhat dihilangkan dan dan diganti dengan nilai-nilai ekonomi syariah yang berlandaskan tauhid, akhlak, dan hokum muamalah.[4]
Tidak mengherankan jika visi dan misi MLM konvensional akan berbeda total dengan MLM syariah. Visi MLM syariah tentu saja tidak fokus pada keuntungan materi semata, tapi keuntungan untuk dunia dan akhirat orang yang terlibat di dalamnya.

B.     Mekanisme Multi Level Marketting (MLM)
Benar kata al-qur’an yang terdapat dalam surat al-hasyr ayat  7 yang berbunyi:

Artinya : ……supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu.
Bahwa keinginan duniawi dipunyai oleh manusia tanpa melihat kelas; kaya tau miskin, cantik maupun agak cantik, ningrat atau orang kampungan merupakan hal yang niscaya karena keinginan seperti itu adalah fitrah. Pada dasarnya individu memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesuksesan, asalkan mau bekerja keras dan pantang menyerah, tak peduli kaya atau miskin. Itulah syarat untuk memperoleh hadiah yang menggiurkan. Kenapa bisa begitu? Sebab perusahaan tersebut menggunakan sistem network marketing (MLM) yang pengertiannya sudah di jelaskan di atas.
MLM  yaitu jaringan pemasaran berjenjang. Satu sistem pemasaran yang di rancang untuk dapat memberikan kesempatan kepada setiap orang agar dapat menjalankan setiap usahanya sendiri. Setiap orang yang bergabung dalam sistem network ini berkesempatan mengembangjkan usahanya dengan cara memakai dan menjual produk perusahaan serta serta mengajak orang lain (down line) untuk bergabung.[5]
Secara umum, dalam industri MLM ini seorang upline akan mendapatkan manfaat berupa bonus/komisi yang berlimpah dari perusahaan apabila downlinenya berhasil melakukan penjualan  produk yg dijual oleh perusahaan, bahkan ada perusahaan MLM yang memberikan bonus kepada seorang member ketika member tersebut telah berhasil merekrut member baru, meskipun bonus yang demikian ini oleh beberapa prakktisi  MLM dianggap tidak sah karena bertentangan dengan Permendag. Nomor : 13/M-DAG/PER/3/2006  Tentang ketentuan dan tata cara penerbitan surat izin usaha penjualan langsung.[6]
Secara detail, bagaimana seorang member akan mendapatkan bonus/komisi ini, berapa persen dia mendapatkan bonus/komisi adalah bergantung kepada marketing plan masing-masing perusahaan MLM yang berbeda antar satu dengan lainnya. Yang dimaksud dengan Marketting Plan yaitu penekanan pada pola perhitungan bonus yang mudah dengan system point berakumulasi, bisa pula dengan menunjukkan slip bonus leaders kita yang telah sukses, sehingga prospek semakin yakin.[7]
Mungkin anda bertanya, bagaimana caranya untuk mendapatkan bonus sepeda motor bahkan rumah mewah yang diinginkan kebanyakan orang? Sebetulnya hadiahnya tidak hanya pada dua macam itu tetapi setumpuk angan digantung di pelupuk mata anda.
Menjadi network Marketting (MLM) ini memang banyak suka dukanya. Diawali dengan mendaftarkan diri pada up-line. Lalu mendapatkan training (pelatihan) selama beberapa kali pertemuan secara gratis; tentang bagaimana cara memasarkan produk tersebut. Dalam sistem bisnis berjenjang, tentu terdapat aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh semua anggotanya. Seperti dilarang menjual produk di bawah harga yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan dilarang menjual dan menitipkan-jualkan dan memajang produk di toko-toko dan tempat umum lainnya.kalau aturan ini di tabrak, maka dirinya harus rela keanggotaannya dicabut. [8] 
Salah satu dari bentuk MLM adalah arisan berantai. Pratiknya, anda mengirim uang Rp. 2.000,- kepada empat orang up line  anda, masing-masing 500 perak dan anda akan mendapat brosur sebagai anggota (down Line). Lalu, perbanyaklah brosur itu lengkap dengan nama dan alamat anda sebanyak 20 lembar. Setelah itu kirim kepada siapa saja yang anda kehendaki. Tunggulah dalam waktu 30 hari, maka anda akan kebanjiran ratusan ribu amplop surat yang masing-masing berisi uang Rp. 500,-. Apabila uang tersebut dijumlahkan menjadi kurang lebih Rp. 80.000.000,-, karena brosur yang anda kirimkan dengan sendirinya akan berkembang menjadi 160.000 lembar dalam jangka waktu 30 hari. Maka, jika dikalikan Rp. 500,- akan menjadi Rp. 80.000.000,-, sungguh fantastis bukan?![9]

C.    Hukum MLM dalam Tinjauan Fiqih
Penulis ingin menegaskan bahwa pada dasarnya MLM adalah suatu cara  perusahaan untuk menjual produknya, baik yang berupa barang maupun jasa. MLM yang sebenarnya, hanya dapat disebut MLM jika me-marketing-kan  barang atau jasa, sistem atau perusahaan yang tidak menjual produk barang atau jasa adalah Money game[10]yg berkedok MLM, secara fiqh sebuah akad (transaksi) harus ada ma’qud ‘alaih (obyek transaksinya), akad tanpa  ma’qud  alaih adalah batal.Tidak bisa disebut  dengan Multi Level Marketing, kalau tidak ada sesuatu yang di-marketing-kan.
Untuk MLM yang menjual produk berupa barang, maka pada hakekatnya kegiatan MLM adalah transaksi jual beli ( al-bai’ atau albuyuu’),[11] dan sudah menjadi kesepakatan ulama’ [12]bahwa  jual beli adalah merupakan akad yang dihalalkan oleh syariah Islam,  berdasarkan Al-quran, sunnah  dan  Ijma’. Diantara  dalil halanya  jual beli adalah firman Allah swt  yang artinya Allah menghalalkan jual beli  dan  mengharamkan riba.” ( QS Al-Baqarah  2:275)
Itulah hukum dasar jual beli, dapat dikatakan Mubah atau bahkan sunnah, yang jelas merupakan sesuatu yang halal.  Karena pada prinsip dasarnya MLM itu adalah kegiatan memasarkan suatu produk, atau kegiatan jual beli, maka hukum dasar MLM   yang menjadikan jual beli produk berupa barang sebagai kegiatannya adalah  halal pula. Tentu saja  tidak semua jual beli itu halal, jual beli akan menjadi halal apabila terpenuhi syarat dan rukunnya. Begitu pula dengan MLM, tidak semua perusahaan MLM itu halal, tergantung bagaimana  sistem yang berlaku pada MLM tersebut.
Contoh  jual beli yang tidak memenuhi syarat & rukun jual beli, dan hukumnya haram adalah jual beli barang-barang tanpa seijin pemiliknya, seperti seorang anak yang menjual harta orang tuanya, seorang istri menjual harta suaminya dan seorang karyawan menjual asset perusahaan tanpa ijin; Contoh lainnya adalah jual beli yang jual beli yg mengandung unsur bohong dan penipuan, jual beli yang tidak  jelas harga dan ukurannya, jual beli yang mengandung unsur  riba atau jual beli antara dua orang lelaki  yg wajib melakukan sholat jumat yg dilakukan setelah adzan jumat hingga selesainya pelaksanaan sholat jumat. Meskipun hukum asal  jual beli itu halal, namun contoh-contoh yg tersebut adalah merupakan jual beli yang haram.
Begitulah pandangan penulis tentang MLM, pada dasarnya MLM yang menjual produk berupa barang, pada dasarnya adalah halal, asalkan terpenuhi syarat dan rukun serta tidak ada unsur-unsur yang diharamkan. adapun jika terdapat suatu MLM yang melakukan kegiatan jual beli namun tidak terpenuhi syarat dan rukun jual belinya maka di akan menjadi haram. Sedangkan MLM  yang kegiatan usahanya  adalah memberikan jasa, misalnya  jasa pendidikan, jasa pengobatan/ ruqyah, haji &umroh dan lain sebagainya maka hal ini dapat dikategorikan ke dalam bab Ijarah, dan ijarah menurut jumhur ulama  juga merupakan sesuatu yang mubah berdasarkan beberapa dalil antara  lain :
1.      Yang artinya: kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu), dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.   (QS ATh-Thalaq  65:6.)
2.      Yang artinya: Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". (QS  Al-Qashash   28:26). [13]
Sedangkan kalau kita membicarakan MLM yang tidak menjual produk berupa  barang atau jasa maka MLM yang seperti ini tidak  dapat kita kategorikan ke dalam bab Jual beli ataupun ijarah, sehingga  belum dapat kita jelaskan hukumnya, akan tetapi jika kita mengacu kepada  fatwa DSN MUI  No 75  tahun 2009[14] maka MLM yg demikian  adalah MLM yang haram. Karena kalau  suatu MLM tidak menjual produk berupa barang/ jasa  dapat dipastikan  itu adalah money game yang berkedok MLM.
Dengan demikian kita  tidak dapat menghukumi secara meng-generalisasi bahwa semua  MLM adalah halal, atau semua MLM adalah  haram. Yang dapat kita tarik kesimpulan dari hal ini adalah  bahwa pada dasarnya  MLM itu halal  apabila  memenuhi syarat dan rukun jual beli  atau  ijaarah.
Pada dasarnya MLM adalah, kecuali  jika ditemukan hal-hal  yang dilarang oleh syariat atau ditemukan hal-hal  yang melanggar syariah dalam praktik bisnis MLM. Dan karena banyaknya MLM yang ada di Indonesia, adalah naïf jika seseorang men-generalisir bahwa semua perusahaan MLM adalah haram, sebagaimana naifnya jika seseorang men-generalisir bahwa semua perusahaan MLM yang ada adalah halal.
















DAFTAR PUSTAKA


Al-Qazwiini, Muhammad  bin Yazid , Sunan bnu Majah ,Editor  M.Fuad Abdul BAqi, Darul Fikr, Beirut,  II, 817.
Az-zuhayli, Wahbah, Alfiqhul islaami wa adillatuhu, Darul Fikr, Cet III, Damaskus, 1989. Jilid  IV
DSN MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, DSN MUI-Bank Indonesia, Cet  I, Desember 2010, Jilid 2
Kuswara, Mengenal MLM Syari’ah (Tangerang: QultumMedia, 2005)
Utomo, Setiawan Budi, Hukum bisnis MLM dan Money Game,  diterbitkan  di    www.dakwatuna.com/2009/hukum-bisnis-mlm-dan-money-game-bagian-pertama terbit  tgl 7 april 2009.
Yasid, Abu,  Fiqih Realitas(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005)