PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dengan adanya zaman yang semakin berubah dan ilmu
pengetahuan juga berkembang maka sudah saatnya kita coba menggali kedalam diri
kita sendiri lalu berani untuk bertanya apa yang sudah kita berikan pada
kehidupan ini dari ilmu pengetahuan yang sudah dipelajari. Apakah benar kita
sudah belajar? Ataukah kita sebenarnya dibelajarkan? Proses perjalanan waktu
dan usia pada diri manusia akan dapat menjawab pertanyaan tersebut. Tanpa kita
sadari apapun yang kita peroleh dari kehidupan ini adalah pengalaman yang berarti
jika disadari sepenuhnya. Tetapi kadang kita lupa bahwa apa yang kita peroleh
itu kita anggap sebagai usaha sendiri, dalam arti tidak ada campur tangan
sesuatu yang lain dari diri ini. pengetahuan adalah pelbagai gejala yang ditemui dan
diperoleh manusia melalui pengamatan akal.
Pengetahuan muncul ketika seseorang
menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang
belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang
mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan
pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
Pengetahuan indera menurut Aristoteles memberikan kita
pengetahuan tentang bentuk benda tanpa materinya. Maksudnya yang kita dapatkan
dari inderawi dari apa yang tampak oleh mata, terdengar oleh telinga, teraba
oleh kulit, dan terbaui oleh hidung.
Aristoteles mau yang konkret, karena itu ia juga percaya
pada indera. Ia juga percaya pada akal budi, karena itu ia percaya sebab juga
Tuhan. Pada hal keduanya tidak dapat diindera. Maka di dalam makalah ini akan
membahas menganai pengetahuan menurut Aristoteles dan yang paling penting dalam
pemikirannya lebih menekankan pemahaman empirisme, yang lebih berpaku
pada inderawi dan pengalaman.
B. Rumusan
Masalah
- Bagaimana riwayat seorang ilmuan dan filsuf
(Aristoteles)?
- Apa pengertian pengetahuan secara umum?
- Apa yang lebih ditekankan tentang pengetahuan menurut
Aristoteles?
- Bagaimana pengetahuan menurut Aristoteles?
PEMBAHASAN
A. Riwayat
Hidup Aristoteles
Aristoteles, murid dan juga teman serta guru Plato, adalah
orang yang mendapatkan pendidikan yang baik sebelum menjadi filosof.
Keluarganya merupakan orang-orang yang tertarik pada ilmu kedokteran. Sifat
berfikir saintifik ini besar pengaruhnya pada Aristoteles.[1] Di sisi lain
Aristoteles juga sangat menekankan empirisme[2] untuk
menekankan pengetahuan.
Aristoteles lahir pada tahun 384 SM di Stagira, sebuah kota
di Trace. Ayahnya meninggal tatkala ia masih muda. Ia di ambil oleh Proxenus,
dan orang ini memberikan pendidikan yang istimewa kepadanya. Tatkala
Aristoteles berumur 18 tahun, ia di kirim ke Athena dan dimasukkan ke Akademia
Plato. Di sanalah ia belajar tentu saja pada Plato. Dalam pergaulan tingkat
atas, ia barangkalai lebih berhasil ketimbang Plato; ia pernah menjadi tutor (guru)
Alexander, putra Philip dari Masedonia, seorang diplomat yang ulung dan
jenderal yang terkenal. Sebagai tutor bagi Alexander, Aristoteles mempunyai
pengaruh besar terhadap sejarah dunia.[3] Alexander tidak hanya menerima
seluruh idea dan rencananya, lebih dari itu juga pola pikirnya.
Selain itu Aristoteles adalah seorang ilmuan dan filsuf
terbesar di dunia kuno. Ia merupakan seorang animis dan salah satu dari sekian
idenya yang menarik adalah bahwa dunia sebagai suatu keseluruhan, kosmos, pada
dasarnya hidup dan dan bersifat illahi.[4] Aristoteles
bergerak diantara tiga klaim animis secara berbeda. Ketiga hal tersebut adalah
:
- Segala
sesuatu hidup (bahkan batuan, binatang, dan air)
- Segala
yang hidup terkait hokum sebab akibat (kausalitas)
- Kosmos[5] sebagai keseluruhan
adalah hidup.
B. Arti
Pengetahuan
Pengetahuan (episteme yang berasal dari bahasa
Yunani) yaitu keadaan tahu; pengetahuan adalah semua yang diketahui. Ini bukan
definisi pengetahuan tetapi sekedar menunjukkan apa kira-kira pengetahuan.
Manusia ingin tahu, lantas ia mencari dan memperoleh pengatahuan. Nah, yang
siperolehnya itulah pengetahuan.[6] Di sisi lain episteme (pengetahuan)
hanya dapat disebut sebagai pengetahuan sejauh ia dapat siterapkan
(operable).[7]
Maka pengetahuan adalah pelbagai gejala yang ditemui dan
diperoleh manusia melalui pengamatan akal.[8] Pengetahuan muncul ketika
seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu
yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang
mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan
pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
Dalam pengertian lain, pengetahuan (Knowledge) adalah hasil
dari aktivitas mengetahui, yakni tersingkapnya suatu kenyataan ke dalam jiwa
hingga tidak ada keraguan terhadapnya.[9] “ketidakraguan” merupakan syarat
mutlak bagi jiwa untuk dikatakan “mengetahui”. Kita mengetahui bilangan tiga
bahwa ia lebih besar dari dua dan kebih kecil dari lima manakala kita
yakin akan kenyataan itu, meskipun guru kita atau orang yang kita anggap pandai
mengatakan sebaliknya, toh kita tetap pada pendirian kita. Jika pendapat yang
berlawanan itu menyebabkan kita ragu, berarti kita tidak mengetahui bilangan
tiga. Serupa itulah kriteria bagi suasana “mengetahui” bagi segala yang kita
tangkap jiwa baik mengenai benda, seperti buku, kursi gelas dan lain
sebagainya.
Pengetahuan adalah informasi yang telah
dikombinasikan dengan pemahaman dan potensi untuk menindaki; yang lantas
melekat di benak seseorang. Pada umumnya, pengetahuan memiliki kemampuan
prediktif terhadap sesuatu sebagai hasil pengenalan atas suatu pola. Manakala
informasi dan data sekedar berkemampuan untuk menginformasikan atau
bahkan menimbulkan kebingungan, maka pengetahuan berkemampuan untuk mengarahkan
tindakan. Ini lah yang disebut potensi untuk menindaki.
Di bawah ini akan kami paparkan tentang pengetahuan yang ada
pada diri manusia sebagai berikut:
C. Pengetahuan
Menurut Aristoteles
Manusia tidak seperti benda-benda, ia berada di tengah dunia
dengan caranya yang khas. Yaitu bahwa manusia sadar akan benda-benda yang ada
di sekitarnya. Kesadaran akan kehadiran yang lain ini melahirka
pengetahuan.[11] Pengetahuan juga mungkin diperoleh berdasarkan pengumuman
sekuler atau kekuasaan agama seperti negara atau tempat ibadah. Cara lain untuk
mendapat pengetahuan dengan pengamatan dan eksperimen (metode ilmiah).
Pengetahuan terdiri atas kepercayaan tentang kenyataan (reality). Salah
satu cara untuk mendapat dan memeriksa pengetahuan adalah dari tradisi atau
dari yang berwewenang di masa lalu yang umumnya dikenal, seperti Aristoteles.
Pengetahuan menurut Aristoteles Pengetahuan adalah ” Hasil
penyerapan akal manusia yang dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu :[12]
- Pengetahuan Teoritis (Pengetahuan
yang diupayakan untuk kepentingan diri sendiri, seperti pengetahuan
metafisika, fisika dan matematika).
- Pengetahuan
Praktis (pengetahuan yang diaktualkan seperti pengetahuan etika dan
politik)
- Pengetahuan
Produktif (pengetahuan yang dikejar untuk membuat, menghasilkan dan
menciptakan sesuatu)”,
Ketiga-tiganya didasarkan pada proses persepsi
induktif-intuitif yang menyingkap kaitan-kaitan diantara bentuk-bentuk
partikular (yang khusus) yang dialami seseorang.
Pada pemikiran Plato lebih menekankan paham rasionalisme
sebagai sumber pengetahuan. Yang dimaksud dengan rasionalisme secara umum
yaitu pendekatan filosofis yang menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber
utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas dan bebas (terlepas) dari
pengamatan inderawi.[13] Kita juga menemukan hasrat Plato untuk meraih yang
bersifat umum (universal) yang dapat dipikirkan oleh ide. Karena itu Plato
menganggap bahwa pengetahuan yang diberikan oleh indera adalah doxa (pengetahuan
yang menyesatkan), walaupun Plato juga menganggap data indera itu penting
sebagai jalan menuju pengetahuan yang benar. Apa yang diserap oleh indera bagi
Plato hanya berguna sejauh ia menghasilkan forma (bentuk) yang bisa
mengingatkan kita pada pola di dunia idea. Jadi, dunia benda-benda yang dapat
kita indera tidak diperhatikan oleh Plato.[14]
Aristoteles, salah seorang murid Plato, membelokkan
kecenderungan ini. Bagi dia, yang nyata itu bukan bersifat umum (universal),
namun yang bersifat khusus partikular). Hidup bagaimanapun juga berada dan
bercampur dengan yang khusus itu sperti (ayam nyata, bunga mawar nyata, dst),
dan kita tak pernah menemukan yang umum (ayam ide, mawar ide, dan seterusnya.
Jadi yang ada adalah yang konkret seperti meja, bunga mawar,
kupu-kupu dan kain sebagainya yang biasa dapat kita amati dengan indera. Di
luar benda-benda konkret, tidak bisa disebut sebagai ada. Lebih jauh lagi,
Aristoteles menegaskan bahwa pengertian umum terdapat di dalam benda konkret
dan bersama-sama dengan benda konkret itu.
Dalam proses mengetahui, manusia mencoba menggunakan apa
yang dimilikinya: indera dan akal budi. Kita telah tahu bagaimana Heraclitos
menegaskan bahwa inderalah cara pemahaman kita akan dunia, sedang sebaliknya
Parmeneides yaitu akal budilah yang terbaik. Socrates dan Plato memberikan kita
cara mencapai pengetahuan dengan penalaran akal budi.
Aristoteles mau yang konkret, karena itu ia juga percaya
pada indera. Ia juga percaya pada akal budi, karena itu ia percaya sebab juga
Tuhan. Pada hal keduanya tidak dapat diindera.[15]
Pengetahuan indera menuut Aristoteles memberikan kita
pengetahuan tentang bentuk benda tanpa materinya. Maksudnya yang kita dapatkan
dari inderawi dari apa yang tampak oleh mata, terdengar oleh telinga, teraba
oleh kulit, dan terbaui oleh hidung. Meterinya sendiri tidak pernah bisa kita
masukkan kedalam diri kita. Melalui bentuk itulah kemudian akal indera
mendapatkan bahan bagi kegiatan berpikirnya.
Di dalam pengetahuan, Aristoteles lebih menekankan Empirisme, karena
metode ilmu pengetahuan itu bukanlah bersifat a priori yang
secara harfiah berarti berdasarkan atas hal-hal yang adanya mendahului. Dengan
menggunakan metode a priori ini seakan-akan sudah mengetahui
segala gejala secara pasti, meskipun kita belum mempunyai pengalaman inderawi
mengenai hal-hal yang kemudian tampak sebagai gejala-gejala itu. Sesungguhnya
metode ilmu pengetahuan bersifat a posteriori. Yang dimaksud dengan
metode a posteriori ialah metode yang berdasarkan atas hal-hal
yang datang atau terjadinya atau adanya kemudian.[16]
Aposteriori dapat juga diartikan pengetahuan yang didapat
setelah pengalaman karena bagi penganut empirisme sumber pengetahuan yang
memadai itu ialah pengalaman, yang dimaksud dengan pengalaman di sini adalah
pengalaman lahir yang menyangkut dunia dan pengalaman batin yang menyangkut
pribadi manusia. Sedangkan akal manusia hanya berfungsi dan bertugas untuk
mengatur dan mengolah bahan-bahan atau data yang diperoleh melalui pengalaman.
Itulah pengetahuan menurut Aristoteles yang tidak
hanya menggunakan rasio tetapi juga menggunakan pengamatan atau inderawi.
Sehingga manusia dapat mengetahui pengetahuan yang sesungguhnya melalui
pengalaman yang di mulai dengan melihat.
PENUTUP
Kesimpulan:
- Aristoteles,
murid dan juga teman serta guru Plato, adalah orang yang mendapatkan
pendidikan yang baik sebelun menjadi filosof. Di sisi lain Aristoteles
juga sangat menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan.
- Aristoteles
adalah seorang ilmuan dan filsuf terbesar di dunia kuno. Ia merupakan
seorang animis dan salah satu dari sekian idenya yang menarik adalah bahwa
dunia sebagai suatu keseluruhan, kosmos, pada dasarnya hidup dan dan
bersifat illahi.
- pengetahuan
(Knowledge) adalah hasil dari aktivitas mengetahui, yakni tersingkapnya
suatu kenyataan ke dalam jiwa hingga tidak ada keraguan
terhadapnya.Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya
untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat
atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang
mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan
pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
- Pengetahuan
menurut Aristoteles Pengetahuan adalah ” Hasil penyerapan akal manusia
yang dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu :
- Pengetahuan Teoritis
- Pengetahuan Praktis
- Pengetahuan Produktif
- Aristoteles mau yang konkret, karena itu ia juga
percaya pada indera. Ia juga percaya pada akal budi, karena itu ia
percaya sebab juga Tuhan. Pada hal keduanya tidak dapat diindera.
- Pengetahuan indera menurut Aristoteles memberikan kita
pengetahuan tentang bentuk benda tanpa materinya. Maksudnya yang kita
dapatkan dari inderawi dari apa yang tampak oleh mata, terdengar oleh
telinga, teraba oleh kulit, dan terbaui oleh hidung. Meterinya sendiri
tidak pernah bisa kita masukkan kedalam diri kita.
- Di dalam pengetahuan, Aristoteles lebih menekankan Empirisme, karena metode ilmu pengetahuan itu bukanlah bersifat a priori yang secara harfiah berarti berdasarkan atas hal-hal yang adanya mendahului. Sesungguhnya metode ilmu pengetahuan bersifat a posteriori. Yang dimaksud dengan metode a posteriori ialah metode yang berdasarkan atas hal-hal yang datang atau terjadinya atau adanya kemudian.
DAFTAR PUSTAKA
Adib, Mohammad, Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010)
Faruk, Ahmad, Filsafat Umum (Ponorogo:
STAIN Po Press, 2009)
Mundiri, Logika (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1996)
Q-Anees, Bambang dan Radea Juli A. Hambali, Filsafat
Untuk Umum (Jakarta: Prenada Media, 2003)
Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 1990)
Watloly, Aholiab, Tanggung Jawab Pengetahuan (Yogyakarta:
Kanisius (anggota IKAPI), 2001)
[1] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 1990), hal. 56.
[2] Yang dimaksud dengan Empirisme adalah suatu
aliran dalam filsafat yang menyatakan
bahwasemua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia.
[3] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, hal.
60.
[4] Mohammad Adib, Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010), hal. 28.
[5] Pengertian yang paling umum dari kosmos, adalah
suatu sistem yang teratur atau berada dalam harmoni. Berasal dari
kata bahasa Yunani κόσμος yang berarti "keteraturan, susunan yang teratur,
hiasan",
[6] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Hal.16
[7] Aholiab Watloly, Tanggung Jawab Pengetahuan (Yogyakarta:
Kanisius (anggota IKAPI), 2001), hal. 41.
[9] Mundiri, Logika (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1996), hal. 4.
[10] Yang dimaksud dengan Positivistis yaitu Suatu
peristiwa yang benar-benar terjadi, yang dapat dialami sebagai suatu realita.
[11] Bambang Q-Anees dan Radea Juli A. Hambali, Filsafat
Untuk Umum (Jakarta: Prenada Media, 2003), hal. 199.
[12] Terdapat dalam kamus besar ilmu pengetahuan, save
m. dagun, hal 817. Yang diambil darihttp://all-about-theory.blogspot.com/2010/03/pengetahuan.html
[13] Ahmad Faruk, Filsafat Umum (Ponorogo:
STAIN Po Press, 2009), hal. 35.
[14] Bambang Q-Anees dan Radea Juli A. Hambali, hal. 191.
[15] Ibit., hal. 200.
[16] Rizal Mutansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2001), hal.78.
[16] Rizal Mutansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hal.78.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar